Rabu, 12 Oktober 2011

Wanita Doktor “Nano Technology” dari sumberlawang

Di sebuah
tempat terpencil, sekira
20 km utara kota
kabupaten Sragen, hidup
wanita Indonesia
pertama pemegang gelar
doktor (Dr) dari Max
Planck Institute di Jerman
dalam bidang nano
technology.
Lindarti Purwaningsih
berdomisili di Dusun
Sendangrejo RT 20 RW 7,
Desa Jati, Sumberlawang,
Sragen. Salah satu
penelitian wanita yang
baru saja genap 30 tahun
ini adalah tentang alat
diagnosa kanker.
“Alat diagnosa kanker
tersebut memanfaatkan
hasil teknologi nano yang
dimasukkan ke dalam
tubuh manusia, sehingga
hasil diagnosanya sangat
akurat,” ujar Lindarti,
kemarin.
Teknologi Nano adalah
teknologi yang
mengembangkan
pembuatan berbagai alat
dengan ukuran sangat
kecil, yakni 10.000 mm,
dengan kemampuan
sangat besar dan luar
biasa. Contoh
pemanfaatan teknologi
nano adalah kamera
yang dimasukkan ke
pembuluh darah
sehingga mampu
mendeteksi penyakit.
Contoh lainnya, alat
pengintai dengan ukuran
sekecil lalat, namun
mampu memberikan
informasi yang besar.
Dengan demikian,
keberadaan teknologi
nano bisa digunakan
dalam segala bidang baik
kesehatan, pendidikan,
alat tempur, maupun
kepentingan lainnya.
Lajang yang
menyelesaikan S1 dan S2
nya di program studi
(prodi) Ilmu Kimia di
Institut Teknologi
Bandung ini menjelaskan,
dia juga kini
mengembangkan alat
anti pantul terhadap
sinar memanfaatkan
teknologi nano. Alat
tersebut diharapkan
mampu menyerap sinar
seperti matahari.
“Penelitian itu kini dalam
proses mendapatkan hak
paten. Prosesnya
memang panjang,” tutur
anak ketujuh dari
sembilan saudara
pasangan Purwoadmojo-
Sumarti ini.
Lulusan SD Jati,
Sumberlawang, Sragen
itu melanjutkan, karena
ilmu yang diperolehnya
belum bisa dipraktikkan
di Indonesia, dia terpaksa
akan kembali ke Jerman
untuk melanjutkan
penelitiannya. Di
Indonesia memang belum
ada wadah penelitian
yang memadai bagi para
ilmuwan. Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia
(LIPI) pun masih terbatas
pada riset saja.
“Saya ingin mencari
wadah bagi ilmu saya ini
di Indonesia. Hanya saja,
biaya penelitian sangat
besar. Maka untuk
mewujudkan hasil ilmu,
saya terpaksa harus
kembali ke Jerman,” ujar
Lindarti pasrah.
Kakak kandung Lindarti,
Setyo Budiyarto,
menambahkan,
sebenarnya gelar doktor
yang dicapai Lindarti
bukanlah satu-satunya
hal yang harus terus
dibanggakan. Namun,
hasil tersebut diharapkan
mampu memacu warga
Sragen maupun
Indonesia untuk mampu
mengejar pendidikan
setinggi-tingignya tanpa
harus takut dan ragu
kendati mereka dari desa
terpencil.
“Niat yang tinggi dan
tekad yang keras, akan
membantu kita mencapai
ilmu meski kita dari desa.
Selain itu, tidak harus
masuk sekolah elit atau
mahal. Selama ada
sekolah di desa,
pendidikan yang
diiginkan akan tercapai, ”
kata lulusan ITB ini
menandaskan. (rfa)(Roso
Prajoko/Global/rhs)
Sumber: OkeZone

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih kang mas mbak yuu yang telah mengunjungi blog saya, jangan lupa komen diatas yaa...